selamat datang~ahlan wasahlan~welcome to my blog



BISMILLAH-ANIMATION.gif

PURDAH alias NIQAB

Nuurul Eiffah Binti Mohamad Noor | Ahad, 21 Februari 2010 8:26 PG | 0 ulasan
Salam buat sahabat sekalian...

apa itu niqab?cara pemakaian niqab? ada yang katup mata sebelah,ada yang tutup dua2 mata dan ada yang menampakkan kedua-dua mata.

























APAKAH HUKUM BERNIQAB ?

a) Firman Allah dalam Surah al-Nur ayat 31

وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ

Maksudnya: “Dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan (tubuh) mereka kecuali yang zahir daripadanya; dan hendaklah mereka menutup belahan leher bajunya dengan tudung kepala mereka”.

b)Dalam riwayat-riwayat yang lain disebut:

فَإِذَا رَأَى أَحَدُكُمُ امْرَأَةً فَأَعْجَبَتْهُ فَلْيَأْتِ أَهْلَهُ فَإِنَّ ذَاكَ يَرُدُّ مِمَّا فِي نَفْسِهِ

“Apabila seseorang kamu melihat seseorang wanita yang mengkagumkannya, maka datangi isterinya, kerana itu dalam menyelesaikan apa yang ada dirinya” (Riwayat Muslim, Abu Daud, al-Tirmizi, al-Baihaqi, Ahmad, lafaz hadith di atas ialah lafaz al-Imam Ahmad).

Jika kita teliti hadith ini, kita akan bertanya, “bagaimana mungkin kecantikan wanita zaman tersebut boleh menarik perhatian lelaki jika mereka semua menutup wajah atau berpurdah?. Ini menunjukkan mereka tidak menutup wajah mereka.






Fatwa Mufti Mesir :

Fatwa berkenaan pemakaian purdah ini telah lama dikeluarkan oleh mufti Mesir Dr. Ali Jum’ah di dalam bukunya yang bertajuk “Al-Bayaan”. Berikut adalah ringkasan fatwanya :

Jumhur Ulama mengatakan bahawa seluruh tubuh wanita adalah aurat kepada lelaki bukan muhrim kecuali muka dan pergelangan tangan. Demikian kerana wanita juga berhajat kepada berbagai urusan harian dengan kaum lelaki seperti jual beli. Jadi hukum memakai purdah mengikut jumhur adalah sunat.

Dallil Jumhur : Firman Allah Taala yang bermaksud : “dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya”. (An-Nur : 31)

‘Yang nampak dari padanya’ dalam ayat di atas bermaksud tempat perhiasan dapat dilihat. Celak merupakan perhiasan wajah manakala cincin pula perhiasan tangan. Kedua-duanya tidak dapat disembunyikan.

Cara berpakaian berkait rapat dengan adat sesuatu kaum. Dengan melihat keadaan semasa di Negara Mesir, adalah lebih sesuai berpegang kepada pandangan jumhur yang mengatakan tidak wajib memakai purdah. Wanita yang menutup wajahnya dengan purdah dipandang asing dalam masyarakat hari ini dan menjadi punca kepada perpecahan. Adapun bagi kaum wanita yang berada di dalam masyarakat yang berpegang kepada mazhab Hanbali, ianya tidak menjadi masalah. Menutup muka pada mereka adalah adat yang berbetulan dengan mazhab yang dipegang.

Oleh yang demikian pandangan yang dipilih adalah pandangan jumhur ulama yang membolehkan wanita menampakkan wajah dan kedua pergelangan tangannya. Jika dengan memakai purdah, boleh menyebabkan perpecahan atau untuk menunjukkan diri seorang yang warak, maka ia akan menjadikan hukum asal iaitu sunat beralih kepada bida’h.

Pemakaian purdah bagi penduduk Malaysia yang bermazhab Syafii, adalah tidak wajib bagi mereka memakainya. Begitu juga dengan pelajar-pelajar Malaysia yang sedang belajar di Universiti Al-Azhar.

Jadi pelajar-pelajar Malaysia berpurdah yang belajar di sana tidak perlu terkilan dengan keputusan yang telah dibuat oleh Syeikhul Azhar itu. Bahkan harus menurutinya demi untuk mengelakkan perpecahan seperti yang telah dijelaskan oleh Mufti Mesir.

Pandangan akhir saya,

Seandainya dengan berniqab lebih menjaga diri seseorang wanita dan bebas daripada berlakunya perpecahan sepertimana yang dijelaskan Mufti Mesir,adalah diharuskan.

Sekian Wassalam.

MASALAH HIJAB

Nuurul Eiffah Binti Mohamad Noor | Sabtu, 20 Februari 2010 12:34 PG | 0 ulasan

ADAKAH IA SYAR'IE @ ADAT?

Setelah anda membaca artikel yang sebelum ini mengenai wanita sekarang akan saya terangkan dan akan membahas mengenai isu pakaian wanita, karena masalah ini menentukan nasib masyarakat Islam. Dari satu sisi masalah ini dapat dibicarakan secara bebas tentang masalah keadilan sosial, karena mereka yang menentang Islam dan prinsip-prinsip agama Islam menyatakan bahwa pakaian yang diajukan agama Islam bagi kaum wanita dan kebebasan yang dimiliki kaum pria(lelaki) dalam masalah ini merupakan suatu ketidakadilan terhadap pihak kaum wanita. Masalah pakaian wanita dan pelaksanaan hijab (busana muslimah) bukanlah masalah baru. Dalam masalah ini Islam memiliki suatu sistem pendidikan yang bebas yan paling logik, fleksibel dan paling baik metodnya di seluruh dunia.



Sekarang kita dapat saksikan dua mode pakaian :
1) pelaksanaan nonhijab dan nudisme (ketelanjangan) yang dipropagandakan dunia Barat dan ditiru oleh bangsa Timur.




2)Yang kedua adalah hijab. Ada dua bentuk busana hijab yakni : (i) bentuk yang diwajibkan dalam Islam, dan (b) yang dipakai oleh mereka yang keliru dan yang berusaha memaksakan ide-idenya pada masyarakat. Sampai tingkat tertentu bentuk yang kedua ini bersifat Islam, namun seseorang tak boleh memaksakannya pada wanita-wanita yang berada di bawah panji Islam.

Oleh sebab itu, dalam membincangkan masalah ini, kita menghadapi dua sisi, yang satu termasuk bangsa Timur dan Barat yang menentang hijab, dan yang lain, golongan yang menganggap hijab Islami tidaklah cukup. Untuk lebih berhati-hati, mereka melaksanakan hijab dengan cara yang berbeza-beza, yang berlebihan, yang menimbulkan banyak masalah. Sekarang masyarakat memerlukan suatu cara yang Islamik dan umat Islam ini seharusnya menjadi rumah Islam yang bersih, maka tidaklah pantas bagi kita untuk mengikuti suatu jalan ekstrem yang akan menghalangi kita dalam menyiarkan Islam ke seluruh penjuru dunia.




Hijab Menurut Pandangan Alquran



Almarhum Syahid Muthahhari yakin bahwa penggunaan kata hijab itu tidak sesuai. Menurut bahasa Arab, hijab berarti tirai (kain penutup), dan bila kata ini digunakan dalam arti "penutup", akan memberi kesan seakan-akan wanita ditutup di balik tirai pemisah. Kata hijab memang digunakan dalam Kitab Suci Alquran, tetapi ayat-ayat yang berkenaan dengan hijab menyebutkan tingkat penutup tanpa menggunakan kata hijab. Ayat-ayat yang menggunakan kata hijab itu berbicara tentang istri-istri Rasulullah Saww :



Bagaimanapun juga, ayat-ayat yang menggunakan kata hijab ialah : "...Apabila kamu meminta sesuatu keperluan kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir (hijab)." (QS. An-Nuur, 35 : 53).




Dalam buku-buku terbitan terakhir, kata-kata ini telah menjadi lazim, dan kita tak dapat memisahkan diri dari kata ini. Tetapi, harus diingat, bahwa penggunaan kata hijab dalam pembincangan ini bukanlah bererti "pemisahan diri" ataupun larangan bagi kaum wanita untuk keluar rumah, melainkan bererti "penutup".




Mereka yang telah menjalankan risalaht tentang Islam, di luar negeri, yakin bahwa hijab adalah pakaian impor. Mereka mengatakan bahwa wilayah-wilayah non-Islam seperti di antara golongan Yahudi, di mana kita dapati peraturan-peraturan serius yang berkaitan dengan pakaian wanita dan di antara bangsa Iran yang hidup pada pemerintahan Sasanid (tentu saja tidak semua bangsa Iran), wanita-wanita lain biasanya bekerja tanpa mengenakan hijab. Mereka juga mengatakan bahwa ketika Islam meraih kemenangan, tradisi mereka mendapat jalan menuju ke negara-negara Islam, dan kaum Muslimin juga menerima hijab. Ini sungguh-sungguh keliru. Mereka yang berkata demikian tidak pernah membaca atau mempelajari Kitab Suci Alquran dan melihat apa yang dikatakan Kitab ini berkaitan dengan berkenaan dengan wanita. Kitab Suci ini diwahyukan sebelum kaum Muslimin pergi ke Romawi dan ke Iran dan sebelum mereka berhubungan dengan bangsa India. Memang di Medinah, bangsa Yahudi telah berhubungan dengan kaum Muslimin, tetapi hijab yang dipilih kaum Muslimin tidak serupa dengan hijab bangsa Yahudi.




Sejarah Hijab



Hijab tidak terdapat di antara suku Arab Badui pada zaman jahiliah. Ketika Rasulullah terpilih sebagai utusan Allah, tidak ada hijab dalam pakaian bangsa Arab. Sedang bangsa Yahudi mempunyai hijab, bahkan sampai masa Rasulullah berada di Makkah, di sana tidak ada penutup atau satr. Selama masa dua tahun yang pertama pun, di Madinah tidak ada hijab, dan ayat-ayat yang berkaitan dengan hijab turun beberapa tahun setelah hijrahnya Rasulullah S.a.w.




Diceritakan bahwa seorang Muslim yang taat sedang menelusuri sebuah jalan ketika ia melihat wanita yang mengenakan syal yang menampakkan lehernya.Muslim ini sangat terpesona kepadanya. Ketika ia berjalan sambil melihatnya, kepalanya terhantuk sebatang kayu yang menonjol ke luar dinding(sehingga diceritakan hidung muslim ini berdarah). Dia terus pergi menghadap Rasulullah (saw) dan darah di hidungnya sebagai bukti cerita pengalaman itu pada baginda. Dikisahkan bahwa pada saat itulah ayat-ayat yang berkaitan dengan hijab diturunkan.

Selain cerita diatas,kewajipan memakai hijab dikalangan isteri-isteri Rasululluh,(Ummahatul mukminin) dan seterusnya diwajibkan kepada golongan wanita ammya,suatu kejadian telah berlaku dimana seorang wanita (merdeka) telah diganggu oleh lelaki yang fasiq kerana disangkanya amah(hamba),selepas itu turunlah ayat al-quran tentang kewajipan mengenakan hijab untuk keluar dari rumah supaya dapat dibezakan dengan hamba perempuan. Pada wanita yang merdeka itu adanya kesucian yang perlu dijaga dan dilindungi. Betapa tingginya maruah seorang muslimah dalam Islam.

Sungguh, sebelum kitab suci Alquran diturunkan, tidak ada kewajiban bagi kaum Muslimin (pengikut para nabi) untuk mengenakan hijab. Bagaimanapun juga ada wanita-wanita yang memiliki kesucian (kesederhanaan) telah memilih suatu model hijab bagi mereka sendiri. Masalah hijab bersumber dari kitab suci Alquran dan tidak diilhami dari sumber lainnya.




Pengertian yang Benar tentang Pakaian Wanita Islam



Tingkat pakaian Islam,yang diceritakan melalui kisah-kisah dan perilaku anggota keluarga Nabi dan keluarga-keluarga para Imam dapat diperoleh dengan cukup.Batas dan tingkatan ini diterapkan dalam masyarakat dengan benar dan bila masyarakat kita mengerti tingkat hijab ini, kita tidak akan menghadapi masalah nudisme (ketelanjangan) dan masalah tidak mengamalkan hijab. Orang akan dengan mudah menyukainya, menerimanya, dan berbuat yang sesuai dengannya.




Apakah para wanita yang terperangkap ke dalam nudisme itu bebas ataukah mereka itu meringkuk dalam berbagai larangan yang membuat mereka sangat menderita dan mengganggu pribadi mereka?. Sebenarnya seorang wanita Muslimah dengan hijabnya, yang sebenarnya memiliki hak-hak Islami dianggap sebagai manusia yang paling bebas dalam masyarakat.



Bukanlah maksud Islam untuk memenjarakan kaum wanita. Kewajiban untuk menutup aurat, yang telah ditetapkan dalam Islam bagi kaum wanita, tidak perlu diartikan bahwa mereka tak boleh meninggalkan rumah.




Bahagian yang harus ditutup, yang diterima oleh semua ulama, meliputi segalanya yang harus ditutup kecuali wajah dan tangan. Cadar tidak dikatakan sebagai satu-satunya bentuk hijab dalam Islam. Cadar bukannya tidak Islami; tetapi cadar benar-benar Islami dan merupakan suatu pakaian penutup aurat yang sangat baik dan kami mendukung mereka yang mengenakan cadar sebagai pakaian mereka. Dada, leher, dan lengan hingga pergelangan tangan harus ditutup. Mereka yang tidak mengenakan cadar tetapi mengenakan pakaian longgar yang benar-benar menutupnya, menurut Islam tidak berarti tanpa hijab.




Mempamerkan rambut, leher, kaki, ataupun lengan di atas pergelangan tangan itu dilarang, dan memperlihatkan itu semua di depan umum dianggap suatu dosa. Warna pakaian yang dikenakan sebaiknya tidak menggairahkan orang lain. Kesolehan kaum wanita, kesolehan keluarga dan masyarakat itu sebagian besar untuk kepentingan diri mereka sendiri. Sehubungan dengan hal ini, seharusnya kita melaksanakan perintah-perintah Islam sedikit demi sedikit sehingga mencapai suatu tingkatan di mana kita dapat menerima, menaruh toleransi dan pada akhirnya mengikuti dan mengamalkannya dengan kemahuan sendiri. []


HAK & KEWAJIPAN WANITA

Nuurul Eiffah Binti Mohamad Noor | Khamis, 18 Februari 2010 10:08 PG | 0 ulasan

Dalam Islam, wanita mempunyai berbagai hak seperti yang ada pada kaum lelaki. Kita dapat melihat contohnya di dalam beberapa perkara berikut:

1. Hak dalam Bidang Politik

Tiada ayat atau hadith yang melarang wanita aktif di dalam dunia politik. Sebaliknya al-Quran dan hadith banyak mengisyaratkan kebolehan wanita dalam dunia tersebut.

Surah at-Taubah 9:71 menyatakan:

‘Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan solat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah
dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.’

Perkataan auliya’ dalam ayat tersebut, menurut Dr. Quraish Shihab, merangkumi kerjasama, bantuan dan penguasaan; sedangkan ‘menyuruh mengerjakan yang ma’ruf’ merangkumi segala segi kebaikan termasuk memberi kerjasama dan kritikan terhadap kerajaan.

Dalam beberapa riwayat telah disebutkan bagaimana kaum wanita semasa permulaan Islam banyak memegang peranan penting dalam kegiatan politik.

Bahkan dalam Surah al-Mumtahanah 60:12 membenarkan wanita bergiat di dalam politik:

‘Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahawa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah; tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’

Isteri-isteri Rasulullah, terutama Aisyah, telah menjalankan peranan yang penting dalam politik. Selain Aisyah, ramai wanita lain yang terlibat dalam politik sebagaimana terlibatnya mereka di medan perang.
Ramai dari mereka yang telah gugur di medan perang seperti Ummu Salamah (isteri Rasullulah), Shafiyyah, Lailah al-Ghaffariyah dan Ummu Sinam al-Aslamiyah. Wanita yang turut terlibat dalam dunia politik ketika itu adalah seperti Fatimah binti Rasulullah, Aisyah binti Abu Bakar, Atika binti Yazid ibn Mu’awiyah, Ummu Salamah binti Ya’qub, al-Khaizaran binti Athak dan sebagainya.

2. Hak untuk Bekerja

Seperti dalam bidang politik, tiada larangan bagi wanita untuk bekerja samada di dalam atau di luar rumah, secara bersendirian atau berkumpulan, di pejabat kerajaan atau bidang swasta – selagi pekerjaan tersebut dilakukan dalam suasana terhormat, sopan dan memelihara
agamanya. Dia juga harus menghindari apa-apa kesan negatif terhadap diri dan persekitarannya.

Islam memberi kaum wanita kebebasan untuk bekerja selagi mereka memenuhi syarat dan mereka mempunyai hak untuk bekerja dalam apa-apa bidang yang halal. Perkara ini terbukti pada zaman Rasulullah di mana kaum wanita telah terjun dalam pelbagai bidang pekerjaan.
Contohnya Khadijah binti Khuwailid (isteri Rasulullah) yang dikenali sebagai pengusaha, Zainab binti Jahsy yang bekerja sebagai penyamak kulit binatang, Ummu Salim binti Malhan yang tekun sebagai mak andam, isteri Abdullah ibn Mas’ud dan Qillat Ummi Bani Anmaar
yang dikenali sebagai ahli perniagaan yang berjaya, al-Syifa yang bekerja sebagai setiausaha dan pernah diberi tugas oleh Khalifah Umar ibn al-Khattab sebagai petugas untuk mentadbir pasar kota Madinah dan ramai lagi.

Kaum wanita amat aktif pada zaman Rasulullah dan Aisyah pernah berkata; ‘Alat pemintal di tangan wanita lebih baik daripada tombak di tangan kaum lelaki.’ Dalam satu riwayat lain, Rasulullah pernah mengatakan: ‘Sebaik-baik permainan seorang Muslimah di dalam
rumahnya adalah memintal/menenun.’

Pekerjaan yang menjadi kontroversi bagi wanita adalah sebagai pemimpin negara. Sebahagian ulama masih menganggap jawatan ini tidak layak disandang oleh seorang wanita namun kalangan masyarakat yang menyokong pendapat ini semakin berkurangan. Bahkan al-
Maududi yang dikenali sebagai ulama yang mempertahankan ajaran Islam secara tekstual telah memberi sokongan kepada wanita menjadi Perdana Menteri di Pakistan. Begitu juga Al-Imam Yusuf Al-Qaradhawi melihat positif mengenai penglibatan wanita di dalam pentadbiran negara.

Aktivis semasa zaman Rasulullah yang disebut di dalam buku-buku hadith (Kutub as-Sittah) banyak memasukkan bab-bab khusus mengenai wanita, contohnya dalam kitab Sahih al-Bukhari, mengandungi beberapa bab perbahasan mengenai wanita.

3. Hak Mendapat Pendidikan

Kalimah pertama yang diturunkan dalam al-Quran adalah kalimah perintah, iaitu perintah untuk membaca (iqra’), lalu disusul sumpah pertama Allah dalam al-Quran iaitu: Nun wal-qalami wa ma yasthurun [Nun, demi kalam dan apa yang dituliskannya] (Surah al-Qalam 68:1).

Perkara ini menegaskan betapa pentingnya ilmu pengetahuan dalam Islam. Perintah untuk menuntut ilmu pengetahuan tidak hanya kepada lelaki tetapi juga kepada kaum wanita. Ini ditegaskan dalam hadith yang popular: ‘Menuntut ilmu pengetahuan difardukan kepada kaum
Muslim lelaki dan wanita.’

Al-Quran dan hadith banyak memberikan pujian kepada lelaki dan wanita yang mempunyai prestasi dalam ilmu pengetahuan. Dalam satu riwayat disebutkan bahawa Rasulullah pernah didatangi sekelompok wanita yang memohon kesediaan Rasulullah memberi masa untuk
mengajar mereka. Dalam sejarah Islam klasik juga boleh ditemui beberapa nama yang menguasai ilmu pengetahuan yang penting seperti ;
-Aisyah isteri kepada Rasulullah,
- Sayyidah Sakinah, puteri Husain ibnAli ibn Abi Thalib,
- al-Syekhah Syuhrah yang digelari Fikhr an-Nisa’(kebanggaan kaum wanita) yang juga ialah salah seorang guru ImamSyafi’e,
-Mu’nisat al-Ayyubi (saudara Salahuddin al-Ayyubi),
Syamiyat at-Taimiyah, Zainab (puteri sejarahwan al-Baghdadi),
-Rabi’ah al-Adawiyah dan lain-lain.

Kebebasan wanita untuk menuntut ilmu pengetahuan banyak dijelaskan dalam hadith, seperti hadith yang diriwayatkan oleh Ahmad. Ia menyatakan bahawa Rasulullah melaknat wanita yang menyerupai lelaki tetapi tidak dilarang mengadakan penyerupaan dalam hal kecerdasan dan amal ma’ruf.

WANITA DALAM ISLAM

Nuurul Eiffah Binti Mohamad Noor | 9:51 PG | 0 ulasan
Islam mengakui adanya perbezaan di antara lelaki dan wanita tetapi Islam tidak membenarkan diskriminasi di antara mereka. Perbezaan yang ada adalah berdasarkan keadaan fizikal-biologi wanita yang ditakdirkan berbeza daripada lelaki. Namun perbezaan itu tidak bermakna Islam memuliakan salah satu di antara mereka dan merendahkan yang lain. Ajaran Islam tidak membezakan secara terperinci faktor perbezaan lelaki dan wanita tetapi melihat kedua insan tersebut secara menyeluruh.
Secara biologi dan sosio-peradaban, kedua-dua memerlukan dan masing-masing mempunyai peranannya sendiri. Sesuatu peranan mungkin boleh dilakukan oleh kedua-dua makhluk seperti kerja pejabat, tetapi ada peranan tertentu yang hanya boleh dilakukan oleh satu
jantina sahaja, seperti hamil, melahirkan dan menyusui anak yang hanya boleh dilakukan oleh wanita. Terdapat juga peranan yang lebih khusus kepada lelaki iaitu pekerjaan yang memerlukan tenaga otot yang lebih besar.

Islam telah memainkan peranan yang besar dalam menaikkan status dan martabat wanita. Di dalam masyarakat sebelum kedatangan Islam, wanita diperlakukan sebagai ‘barang’ yang hampir-hampir langsung tidak mempunyai hak. Islam pula memperlakukan wanita sebagai ‘manusia’ yang mempunyai hak-hak tertentu sebagaimana layaknya kaum lelaki.

MENGENALI WANITA

Nuurul Eiffah Binti Mohamad Noor | 8:11 PG | 0 ulasan
Perempuan atau wanita ialah salah satu daripada dua jantina bagi manusia; iaitu lelaki dan perempuan. Penggunaan perkataan "perempuan" dalam bahasa Melayu adalah khusus untuk manusia; bagi haiwan, jantinanya dirujuk sebagai betina.Perkataan lain yang membawa erti perempuan adalah wanita, gadis, dara, betina.
BIOLOGI & JANTINA

Faktor-faktor biologi bukannya penentu yang tunggal untuk memastikan adakah seorang itu dianggap sebagai perempuan. Sesetengah perempuan mempunyai perbezaan hormon atau kromosom yang abnormal (seperti hiperplasia andrenal kongenital, sindrom ketidaksensitifan androgen yang lengkap ataupun sebahagian, ataupun keadaan interseks yang lain), dan terdapatnya juga perempuan-perempuan yang, pada awal kehidupan mereka, tidak mempunyai fisiologi perempuan yang tipikal (perempuan transeksual). (Sila lihat: Identiti jantina.)

Dari segi biologi, organ seks perempuan adalah terlibat dalam sistem pembiakan, sedangkan ciri-ciri jantina sekunder adalah untuk menjaga anak serta untuk menarik perhatian pasangan. Kebanyakan perempuan mempunyai kariotip 46,XX, tetapi hampir satu perdua ribu lima ratus akan mempunyai 45,X.

Walaupun bilangan perempuan adalah kurang daripada bilangan lelaki (nisbahnya di lingkungan 1:1.05), oleh sebab jangka hidup yang lebih panjang, terdapatnya hanya 81 orang lelaki berumur 60 tahun ke atas bagi setiap 100 orang perempuan; di golongan yang tertua, hanya terdapatnya 53 orang lelaki bagi setiap 100 orang perempuan. Perempuan mempunyai kadar mortaliti yang lebih rendah berbanding lelaki, termasuk sewaktu dalam uterus, dan pada puratnya, mereka hidup lima tahun lebih lama disebabkan gabungan faktor-faktor:

Daripada jumlah penduduk, terdapatnya 101.3 orang lelaki bagi setiap 100 orang perempuan (sumber: Almanak Dunia 2001).

Selepas permulaan menarke (haid pertama), kebanyakan perempuan berupaya menjadi hamil dan beranak. Penyelidikan pembiakan perempuan dan organ seks digelarkan ginaekologi. Secara amnya, perempuan mencapai putus haid pada akhir 40-an atau awal 50-an. Sewaktu itu, ovari mereka menamatkan penghasilan estrogen, dan mereka tidak lagi berupaya menjadi hamil.

Secara amnya, perempuan menghidapi penyakit yang sama dengan lelaki; bagaimanpun, terdapatnya beberapa penyakit jantina yang lebih kerap ataupun khusus dihidapi oleh perempuan


SEJARAH HAK UNDANG2 WANITA

Sesetengah sistem undang-undang awal sebelum sistem-sistem moden menformalkan tanggungan wanita.

Dalam undang-undang Nabi Musa, perceraian tidak dapat dilaksanakan dengan mudah — hanya di bawah keadaan-keadaan yang tertentu. Dalam kebanyakan kes, perceraian dilaksanakan sewaktu suami atau isteri melakukan zina; dalam kes tersebut, orang yang berzina akan direjam dengan batu (kecuali ditunjukkan belas kasihan).

Seorang suami boleh menandatangani sijil perceraian jika dia mendapati isterinya telah melakukan perbuatan yang cabul, tetapi jika tuduhan itu didapati salah, dia akan dirotan serta didenda, dan tidak boleh lagi menceraikan isterinya bagi seumur hidup. Jika bukti-bukti tidak dapat dikemukakan, isterinya dikehendaki menyumpah orang yang berzina.

Selain daripada kejadian-kejadian ini, terdapatnya juga banyak undang-undang untuk mengendalikan kesalahan mengenai kesucian (baik lelaki atau perempuan), dan perkahwinan antara seorang lelaki dengan wanita tawanan yang merupakan pagan ataupun dengan wanita hamba yang dibelinya. Ikrar perkahwinan boleh dihalang oleh ayah wanita, dan anak-anak perempuan hanya boleh mewarisi harta kalau tiadanya adik-beradik lelaki (dan mereka juga diperlukan berkahwin di dalam puak sendiri). Adalah mungkin untuk seorang wanita yang bercerai ataupun yang telah menjadi balu untuk berkahwin semula, tetapi jika balu itu tidak mempunyai anak (dan jika suami yang mati itu tidak mempunyai anak sebelum berkahwin dengannya), dia harus berkahwin dengan adik lelaki suaminya itu jika adik itu masih bujang. Tambahan pula, jika adik yang dara itu enggan menjalankan kewajipannya, dia tidak diperlukan berbuat demikian, dan wanita itu akan diberi pampasan perbandaran.

PERANAN WANITA

Di dalam banyak budaya prasejarah, perempuan memainkan peranan kebudayaan yang khusus. Secara amnya, di dalam masyarakat pemburu-pengumpul, perempuan mengumpulkan makanan tumbuhan, sedangkan lelaki memburu untuk daging. Disebabkan pengetahuan tumbuhan yang mendalam, kebanyakan ahli antropologi memperdebatkan bahawa perempuan adalah yang mengetuai Revolusi Neolitik dan merupakan perintis pertanian yang pertama dalam sejarah.

Dalam sejarah yang lebih terkini, peranan perempuan telah bertukar secara pesat. Peranan jantina yang tradisional bagi perempuan kelas menengah biasanya meliputi tugas-tugas rumah tangga yang menekankan penjagaan anak, dan tidak melibatkan pekerjaan bergaji. Bagi perempuan yang lebih miskin, khususnya mereka daripada kelas buruh, tugas-tugas rumah tangga merupakan impian mereka kerana keperluan ekonomi memaksakan mereka mencari pekerjaan di luar rumah. Bagaimanapun, pekerjaan yang dibuka untuk perempuan kelas buruh mempunyai prestij dan gaji yang lebih rendah berbanding pekerjaan yang dibuka kepada lelaki. Akhirnya, penyekatan perempuan daripada pekerjaan-pekerjaan bergaji merupakan tanda kekayaan dan prestij, sedangkan perempuan yang keluar daripada rumah untuk bekerja merupakan tanda kelas yang lebih bawah.

Gerakan wanita merupakan sebahagian daripada perjuangan untuk mencapai kesamarataan peluang dengan lelaki, dan untuk mencapai kesamarataan hak tanpa mengira jantina, walaupun hubungan dan syarat-syarat yang khas diterima secara sukarela dalam perkahwinan. Kesulitan untuk mendapat pengakuan disebabkan oleh faktor-faktor sejarah yang bergabung dengan tabiat dan adat resam yang dihasilkan oleh sejarah. Melalui gabungan pengubahan-pengubahan ekonomi dan usaha-usaha gerakan kewanitaan dalam dekad-dekad kebelakangan ini, perempuan di kebanyakan masyarakat kini dapat memperolehi kerja-kerja selain daripada kerja suri rumah tradisional. Walaupun demikian, wanita moden di masyarakat Barat masih menghadapi cabaran di tempat kerja, serta dengan persoalan seperti pendidikan, keganasan, penjagaan kesihatan, dan keibuan. Perubahan-perubahan dan perjuangan-perjuangan ini merupakan sebahagian daripada tumpuan penyelidikan wanita dalam bidang akademik.

Related Posts with Thumbnails
© Copyright Reserved GemersikSahrawi | Design by: Yoshz | Converted into Blogger Templates by Theme Craft